Minggu, 18 Januari 2009

QUANTUM LEARNING


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Mengingat bahwa pendidikan adalah ilmu normatif, maka fungsi institusi pendidikan adalah menumbuh-kembangkan subyek didik ke tingkat yang normatif lebih baik, dengan cara/jalan yang baik, serta dalam konteks yang positif. Disebut subyek didik karena peserta didik bukan merupakan obyek yang dapat diperlakukan semaunya pendidik, bahkan seharusnya dipandang sebagai manusia lengkap dengan harkat kemanusiannya.
Menurut Freire, fitrah manusia sejati adalah menjadi pelaku atau subyek, bukan penderita atau obyek. Panggilan manusia sejati adalah menjadi pelaku yang sadar, yang bertindak mengatasi dunia serta realitas yang menindasnya. Dunia dan realitasnya bukan "sesuatu yang ada dengan sendirinya", dan karena itu "harus diterima menurut apa adanya", sebagai suatu takdir atau nasib yang tak terelakkan. Manusia harus menggeluti dunia dan realitas dengan penuh sikap kritis dan daya cipta, dan itu berarti manusia mampu memahami keberadaan dirinya. Oleh karena itu, pendidikan harus berorientasi pada pengenalan realitas diri manusia dan dirinya sendiri, dan harus mampu mendekatkan manusia dengan lingkungannya.
Adanya beberapa bentuk kekerasan dalam pendidikan yang masih merajalela merupakan indikator bahwa proses atau aktivitas pendidikan kita masih jauh dari nilai-nilai kemanusiaan. Di sinilah urgensi humanisasi pendidikan. Humanisasi pendidikan merupakan upaya untuk menyiapkan generasi yang cerdas nalar, cerdas emosional, dan cerdas spiritual, bukan menciptakan manusia yang kerdil, pasif, dan tidak mampu mengatasi persoalan yang dihadapi.

Dalam konteks untuk menemukan konsep pendidikna Islam ideal, maka menjadi tanggung jawab moral bagi setiap pakar muslim untuk membangun teori Islam sebagai paradigma ilmu pendidikan. Islam sebagai paradigma penidikan mempunyai karakteristik yang berbeda dengan paradigma-paradigma lainnya yang mendasari konsep pendidikan.
Adalah menjadi suatu keharusan ( a must ) khususnya bagi ilmuwan yang concern dalam bidang pendidikan umtuk merekonstruksi bangunan paradigma yang dapat dijadikan dasar bagi system pendidikan nasional. Alternatif paradigma Islam merupakan suatu pilihan yang bijak dalam kerangka mendasari paradigma pendidikan dengan dasar nilai-nilai Al-Qur’an.

Selain paradigma dengan dasar nilai-nilai Al-Qur’an, tentunya dibutuhkan teknik-teknik yang tepat untuk bisa menyampaikan makna dari setiap yang kita sampaikan pada anak didik. Dalam hal ini metode yang tepatlah yang bisa menyampaikan makna dari setiap materi yang kita sampaikan dengan baik. Salah satu tawaran yang diberikan akhir-akhir ini adalah metode Quantum Learning, yang mana prinsip dari metode Quantum Learning ini adalah mendudukan murid secara nyaman, memasang musik latar dalam kelas, meningkatkan partisipasi individu, menggunakan poster-poster untuk memberi kesan besar sambil menonjolkan informasi, dan menyediakan guru-guru terlatih baik dalam seni pengajaran sugesti.
Dalam makalah ini akan mencoba mengupas; pengertian pendidikan Islam, pengertian dari metode Quantum Learning ini dan perkembangan Quantum Learning ini dalam pendidikan Islam

B. Rumusan Masalah

1. apakah pengertian Pendidikan Islam?
2. Apakah pengertian Metode Quantum Learning?
3. Pengembangan pemikiran Quantum Learning dalam Pendidikan Islam?

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Ilmu Pendidikan Islam

1. Pendahuluan

Ada beberapa pendapat tentang pengertia Ilmu Pendidikan Islam, antara Lain:
Menurut Prof. H.M. arifin, M. Ed., Ilmu pendidikan Islam adalah studi tentang system dan proses kependidikan yang berdasarka Islam untuk mencapai produk atau tujuannya, baik studi secar teoritis maupun praktis (M. Arifin, 1991:14).
Menurut Achmadi, Ilmi Pendidikan Islam adalah ilmu yang mengkaji pandangan Islam tentang pendidikan dengan menafsirkan nilai-nilai Illahi dan mengkomunikasikan secar timbale-balik dengan fenomena-fenomena dalam situasi pendidikan (Achmadi, 1992: 5).
Menurut pendapat Widodo Supriyono, Ilmu pendidikan Isla adalah ilmu yang membicarakan masalah-masalah umum pendidikan Islam, secara menyeluruh dan abstrak. Ilmu ;pendidikan Islam itu bersifat praktis dan teoritis.
Dalam Ilmu pendidikan Islam teoritis, diutarakan hal-hal yang bersifat normative, yakni yang menunju kepada standar nilai Islam. Oleh karena itu sistematika pokok kajiannya meliputi landasan dasar penddidikan Islam, fungsi pendidikan Islam, dan tujuan pendidikan Islam.
Adapun untuk ilmu Pendidikan Islam yang bersifat praktis, maka sistematika pokok kajiannya meliputi pendidikan Islam di lingkungan Keluarga, pendidikan Islam di lingkungan sekolah, dan pendidikan Islam di lingkungan masyarakat.

2. Ilmu Pendidikan Islam Teoritis

a. Landasan Dasar Pendidikan Islam

Landasan dasar pendidikan Islam utamanya terdidri atas tiga macam:
Ø Al-Qur’an adalah Firman atau kalam Allah SWT yang mu’jizat yang diturunkan lengkap dengan redaksinya kepada Rosulullah SAW untuk disampaikan juga kepada manusia agar dijadikan hujjah dan petunjuk yang diawali dengan surat al-fatihah dan diakhiri dengan surat An-Nas, yang sampai kepada kita secara mutawatir dan membacanya adalah ibadah.
Ø As-Sunah adalah semua sabda atau perbuatan Rosulullah SAW atau persetujuan beliau terhadap perkataan atau perbuatan sahabatnya karena dinilainya baik.
Ø Ijtihad sebagai ladasan dasar dalam pendidikan Islam, yang saya maksud adalah usaha-usaha pemahaman yang sangat serius dari kaum muslimin terhadap Al-Qur’an dan AS-Sunah sehingga memunculkan kretifitas yang cemerlang dibidang kependidikan Islam. atau bahkan karena adanya tantangan zaman dn desakan kebutuhan sehingga melahirka ide-ide ungsional yang gemilang.

b. Fungsi Pendidikan Islam

Fungsi pendidikan Islam meliputi tiga hal sebagai berikut:
Ø Menumbuhkembangkan peserta didik ketingkat yang normatif lebih baik.
Ø Melestarikan Ajaran Islam
Ø Melestarikan Kebudayaan dan Peradaban Islam.
Oleh Karena beban yang diemban pendidikan Islam mencakup aspek-aspek yang sangat kompleks, seperti dimensi intelektual, dimensi cultural, dimensi nilai-nilai transcendental, dimensi ketrampilan fisik dan tehnologi, serta dimensi pembinaan kepribadian manusia itu sendiri, maka menjadi fungsi ketiga pendidikan Islam adalah untuk melestarikan akumulasi kebudayaan dan peradaban kaum muslimin yang tinggi nialinya. Bahkna untuk terus ditumbuhkembangkan.

c. Tujuan Pendidikan Islam

Menurut Imam Ghazali, tujuan pendidikan Islam adalah:
Ø Kesempurnaan manusia yang berujung taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah
Ø Kesempurnaan manusia yang berujung kepada kebahagiaan dunia dan kesentosaan akhirat.
Sedangkan menurut Widodo Supriyono, tujuan pendidikan Islam adalah membentuk dan memperkembangkan manusia beriman, bertaqwa, berilmu, bekerja, dan berakhlak mulia disepanjang hayatnya menurut tuntutnan Islam.

3. Ilmu Pendidikan Islam Praktis

a. Pendidikan Islam di lingkungan keluarga

Keluarga adalah mereka yang terikat oleh tali perkawinan, mereka yang karena prtalian darah atau seketurnan sebagai ahli waris dan seagama, serta mereka yang sepersusuan meskipun tidak termasuk ahli waris.
Ø Awal Mula Pendidikan Islam.
Menurut Islam, bayi itu pada waktu dilahirkan dari rahim ibunya belum mengetahui seuatu apa pun. Hanya saja mereka sudah membawa atau dibekali oleh Allah berupa segenap “perangkat” yang diperlukan untuk nantinya mengetahui segala sesuatu. Dengan perkataan lain, sudah tersedia indera lengkap guna menerima pendidikan Islam dari lingkungan keluarganya.
Segera setelah lahir, maka yang dilakukan pihak orang tua adalah mengadzankan, mentahnik, yakni memberi pemanis di mulut bayi serta menyusui. Susunan yang sempurna menurut Islam adalah setelah anak disusui setelah dua tahun penuh.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa permulaan aktif pendidikan Islam itu lebih dini sekitar satu tahun dibandingkan dengan konsep M.J. Langeveld yang memulai pendidikan di lingkngan keluarga itu pada anak usia tiga tahun.
Ø Materi Pendidikan Islam di lingkungan keluarga
Materi pendidikan Islam di lingkungan keluarga dapat disesuaikan
dengan landasan dasar, fungsi dan tujuan yang termaktub dalam Ilmu Pendidikan Islam Teoritis.
Ø Metode Pendidikan Islam di Lingkungan Keluarga
Ada beberapa metode yang dapat diterapkan dalam pendidikan Islam di lingkungan keluarga, yaitu; metode keteladanan, metode pembiasaan, metode penggunaan bahasa pergaulan yang baik, metode cerita, dan metode pengadaan sarana hiburan.
Ø Evaluasi Pendidikan Islam di Lingkungan Keluarga
Evaluasi pendidikan Islam di lingkungan keluarga ini dapat dilakukan setiap malam. Misalnya, setelah usai makan malam, sebelum anak berangkat belajar. Dalam hal ini orng tua dapat melakukan evaluasi anaknya seharian itu.

b. Pendidikan Islam di Lingkungan Sekolah

Pendidikan Islam di lingkungan sekolah ini terdiri atas Raudhatul Atfal yang setingkat taman kanak-kanak; Madrasah Diniyah Swasta; Madrasah Ibtidaiyah, baik negeri maupun swasta, yang setingkat dengan sekolah dasar. Kemudian Madrasah Tsanawiyah, baik negeri maupun swasta, yang setingkat dengan sekolah lanjutan tingkt pertama. Selanjutnya Madrasah Aliyah, baik negeri maupun swasta, yang setingkat sekolah menengah umum. Juga termasuk pendidikan Islam di lungkungan sekolah adalah perguruan-perguruan tinggi Islam.
Kurikulum pendidikan Islam di lingkungan sekolah ini lazimnya sudah ditetapkan oleh Departemen Agama. Termasuk di dalam kurikulumitu sudah ditetpka tujuan, materi, alat, evaluasi, dan waktu mengadakan evaluasi.
Mengenai metode mengajar dilembaga pendidikan Islam di lingkungan sekolah, lazimnya menggunakan metode-metode ceramah, tanya jawab, diskusi, dan sebagian menerapkan metode karya wisata. Namun metode ceramahlah yang paling dominant digunakan.
Metode pendidikan lain yang perlu dikedepankan juga mestinya metode keteladanan dari guru, metode latihan - latihan atau tugas - tugas di rumah namun guru memberikan satu contoh lebih dahulu, tinggal peserta didik mengembangkannya di rumah. Atau metode induktif, deduktif, dan analisis.

c. Pendidikan Islam di Lingkungan Masyarakat.

Pendidikan Islam di lingkungan masyarakat amat banyak ragam dan jenisnya. Ada yang bercorak individual tidak melembaga, dan tidak sedikit yang bercorak kelompok melembaga. Adapun pendidikan Islam luar sekolah (non formal) dilingkungan masyarakat, dianatanya yang menonjol adalah; Pondok Pesantren, Masjid dan Mushalla, dan Taman Pendidikan Al-Qur’an.

B. Pembahasan Quantum Learning

1. Metode Quantum Learning

Perusahaan yang melahirkan SuperCamp adalah Learning Forum. Menurut penulis, pendekatan Quantum Learning merupakan seperangkat metode dan falasafah belajar yang terbukti efektif di sekolah dan bisnis bekerja, untuk tipe orang dan segala usia.
Quantum Learning berakar dari upaya Dr. Georgi Lozanov, seorang pendidik berkebangsaan Bulgaria yang bereksperimen dengan apa yang disebutnya “suggestologi” atau “suggesstopedia”. Prinsipnya adalah bahwa sugesti dapat dan pasti mempengaruhi hasil situasi belajar, dan setiap detail apa pun memberikan sugesti positif atau negative. Beberapa tehnik yang digunakannya untuk memberikan sugesti positif adalah mendudukan murid secara nyaman, memasang musik latar dalam kelas, meningkatkan partisipasi individu, menggunakan poster-poster untuk memberi kesan besar sambil menonjolkan informasi, dan menyediakan guru-guru terlatih baik dalam seni pengajaran sugestif.
Istilah lain yang hamper dapat dipertukarkan dengan suggestology adalah “percepatan belajar” (accelerated learning). Pemercepatan belajar didefinisikan sebagai “memungkinkan siswa untuk belajar dengan kecepatan yang mengesankan, dengan upaya yang normal, dan dibarengi kegembiraan”. Cara yang menyatukan unsure-unsur yang secara sekilas tampak tidak mempunyai persamaan: hiburan, permainan, warna, cara brfikir positif, kebugaran fisik, dan kesehatan emosional. Namun semua unsur ini bekerjasama untuk menghasilkan pengalaman belajar yang efektif.
Quantum Learning mencakup aspek-aspek penting dalam neurolinguistik (NLP), yaitu suatu penelitian tentang bagaimana otak mengatur informasi. Program ini meneliti hubungan antara bahasa dan perilaku dan dapat digunakan untuk menciptakan jalinan pengertian antara siswa dan guru. Para pendidik dengan pengetahuan NLP mengetahui bagaimana menggunakan bahasa yang positif untuk meningkatkan tindakan-tindakan positif, faktor penting utnuk merangsang fungsi otak yang paling efektif. Semua ini dapat pula menunjukan dan menciptakan gaya belajar terbaik dari setiap orang, dan menciptakan pegangan dari saat-saat keberhasilan yang meyakinkan.
Kami mendefinisikan Quantum Learning sebagai “interaksi-interaksi yang mengubah energi menjadi cahaya”. Semua kehidupan adalalah energi. Tubuh kita secara fisik adalah materi. Sebagai pelajar, tujuan kita adalah meraih cahaya sebanyak mungkin; interaksi, hubungan, inspirasi agar menghasilkan energi cahaya.
Quantum Learning menggabungkan sugestologi, tehnik pemercepatan belajar, dan NLP dengan teori, keyakinan, dan metode kami sendiri. Termasuk diantaranya onsep-konsep kunci dari berbagai teori dan strategi belajar yang lain, seperti:
· Teori otak kanan/kiri
· Teori otak triune (3 in 1)
· Pilihan modalitas belajar (visual, auditorial, dan kinestetik)
· Teori kecerdasan ganda
· Pendidikan holistic (menyeluruh)
· Belajar berdasarkan pengalaman
· Belajar dengan symbol (metaphoric learning)
· Simulasi/permainans

Adapun quantum learning merupakan cara pengubahan bermacam-macam interaksi, hubungan dan inspirasi yang ada di dalam dan di sekitar momen belajar. Dalam prakteknya, quantum learning menggabungkan sugestologi, teknik pemercepatan belajar dan neurolinguistik dengan teori, keyakinan, dan metode tertentu. Quantum learning mengasumsikan bahwa jika siswa mampu menggunakan potensi nalar dan emosinya secara jitu akan mampu membuat loncatan prestasi yang tidak bisa terduga sebelumnya. Dengan metode belajar yang tepat siswa bisa meraih prestasi belajar secara berlipat-ganda. Salah satu konsep dasar dari metode ini adalah belajar itu harus mengasyikkan dan berlangsung dalam suasana gembira, sehingga pintu masuk untuk informasi baru akan lebih besar dan terekam dengan baik.

C. Pengembangan Quantum Learning dalam Pendidikan Islam

Dalam Islam, paradigma pendidikan yang dipakai adalah persenyawaan antara anthropocentris dan theocentris. Artinya proses perkembangan moral manusia itu didasari nilai-nilai islami yang dialogis terhadap tuntutan Tuhan, tuntutan dinamika sosial, dan tuntutan pengembangan fitrah lebih cenderung kepada pola hidup yang harmonis antara kepentingan duniawi dan ukhrawi, serta kemampuan belajarnya disemangati oleh misi kekhalifahan dan penghambaan.
Nilai-nilai kemanusiaan berakar pada penciptaan manusia. Manusia tercipta sebagai makhluk dinamis yakni manusia terus menerus berkembang dan berubah setiap saat. Berdasarkan tesis ini, maka nilai-nilai kemanusiaan juga mengalami perkembangan dan perubahan pula. Nilai-nilai kemanusiaan itu berubah sejalan dengan perubahan waktu. Berubah berarti mengalami pergeseran, yaitu bergeser dari satu tahapan menuju ke tahapan yang lain, dari satu tingkatan menuju ke tingkatan berikutnya.

Dimensi theocentris (hablun min Allâh) dan anthropocentris (hablun min al-nâs) adalah dua dimensi bagaikan dua sisi mata uang. Kesalehan seseorang kepada Tuhan tidaklah dianggap cukup jika tidak disertai dengan kesalehannya kepada sesama manusia dan makhluk lainnya. Dengan demikian, dimensi anthropocentris dan dimensi theocentris pada hakikatnya mewujudkan kesejahteraan anthropocentris. Rasa kemanusiaan yang terpisah dari rasa ketuhanan akan menjadikan manusia memberhalakan manusia. Makna sejati dari kemanusiaan itu sendiri terletak pada kebersamaannya dengan ketuhanan. Demikian juga rasa ketuhanan tidak akan memperoleh makna yang luhur bila tidak diikuti dengan rasa kemanusiaan.

Ada beberapa prinsip tentang manusia yang dapat dijadikan landasan bagi kepentingan pendidikan Islam yang humanis yaitu:

pertama, manusia (peserta didik) adalah makhluk termulia yang melebihi makhluk-makhluk lain seperti malaikat, jin, setan, dan hewan. Karena itu, dalam proses pendidikan, para guru lebih mendahulukan strategi pembelajaran yang memanusiakan manusia daripada yang bersifat pemaksaan.

Kedua, manusia memiliki kemampuan berfikir dan permenungan. Ia dapat menjadikan alam sekitarnya sebagai objek renungan, pengamatan, dan arena tempat menimbulkan perubahan yang diingini. Manusia adalah makhluk yang mampu melakukan self-reflection, ia mampu keluar dari dirinya dan menengok ke belakang, kemudian mengadakan penelitian dan permenungan.

Ketiga, ada perbedaan perseorangan. Yakni bahwa masing-masing manusia memiliki ciri khas tersendiri berdasarkan potensi yang dimilikinya, baik lahir maupun batin. Menelaah manusia hanya pada satu sisi, akan membawa pada stagnasi pemikiran tentang manusia, sekaligus menjadikannya obyek yang statis.

Keempat, manusia dalam kehidupannya dipengaruhi dan bersosialisasi dengan faktor-faktor bawaan dan alam lingkungan, terutama lingkungan sosial. Manusia membutuhkan sosialisasi di antara mereka. Hubungan antar manusia didasari oleh hubungan kekhalifahan, kebaikan, dan egaliter. Manusia lain dipandang sebagai pribadi yang harus dipersilakan mengembangkan dirinya.

Kelima, Manusia dalam kebebasannya mengolah spiritualitasnya untuk dapat menyadari eksistensi Tuhan. Menyadari eksistensi Tuhan akan melahirkan tanggung jawab kepada Sang Ilahi. Menurut Andreas Harefa, lahirnya tanggung jawab itu karena didorong oleh adanya kesadaran mengenai hakikat diri sebagai makhluk langit, makhluk moral spiritual (moral spiritual being) dan tidak hidup hanya untuk minum dan makan.

Untuk itulah betapa pentingnya penerapan metode Quantum Learning ini dalam pendidikan Islam, agar nilai-nilai kemanusiaan dalam Islam yang selama ini diagung-agungkan bisa benar-benar berwujud dan nantinya masyarakat dunia tidak memandang sebelah mata pendidikan di dunia Islam. kekerasan dalam pendidikan yang selama ini dirasakan harus benar-benar diberantas, dan hal ini harus dipelopori oleh umat Islam yan mana dalam Al-Qur'an disebutkan; wajadilhum biladzi hiya ahsan, hal ini harus benar-benar diterapkan dalam dunia pendidikan Islam pada Khususnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar